India: Cuaca Ekstrem Picu Gelombang Pengungsi Iklim – DW – 11.07.2024
  1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
IklimIndia

India: Cuaca Ekstrem Picu Gelombang Pengungsi Iklim

11 Juli 2024

Eskalasi cuaca esktrem di sejumlah tempat di India "merenggut kemampuan warga untuk bertahan hidup." Akibatnya, penduduk harus mengungsi ke tempat lain, hal yang tidak mengurangi kerentanan yang mereka hadapi.

https://p.dw.com/p/4i719
Gelombang panas di New Delhi
Penduduk di New Delhi menghadapi gelombang panasFoto: Adnan Abidi/REUTERS

Bencana cuaca ekstrem di India meningkat baik dalam frekuensi maupun intensitas. Celakanya, kelompok yang paling rentan adalah warga miskin.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Center for Science and Environment, CSE, di New Delhi, menelusuri peristiwa cuaca ekstrem yang terjadi di India tahun lalu dan menemukan bahwa, secara keseluruhan, India mengalami peristiwa serupa sebanyak 314 kali dalam 365 hari.

CSE mencatat, sebanyak 2.923 orang tewas, hampir dua juta hektar tanaman hancur, 80.000 rumah hancur, dan lebih dari 92.000 hewan terbunuh, akibat bencana cuaca ekstrem. Angka sebenarnya malah lebih tinggi, karena banyak yang tidak dilaporkan.

Krisis lingkungan juga menyebabkan pengungsian dan memaksa orang bermigrasi ke kota-kota besar, kata Sunita Narain, kepala CSE, kepada DW.

Dia mengatakan perubahan iklim telah memiskinkan petani dan buruh di sektor agrikultur.

"Dengan semakin seringnya kejadian cuaca ekstrem, masyarakat kehilangan kemampuan untuk mencari solusi dan tidak punya pilihan lain selain bermigrasi. Tantangannya adalah bagi semua negara, terutama negara kaya, untuk menganggap serius target perubahan iklim,” tegas Narain.

Konsep Rumah Hijau untuk Kawasan Panas

Tantangan bertambahnya migrasi

India mencatat jumlah perpindahan penduduk tertinggi di dunia setiap tahunnya. Sebagian besar disebabkan oleh bencana alam.

Laporan "Lingkungan Hidup 2022” menempatkan India pada urutan keempat di dunia dalam hal migrasi yang disebabkan oleh perubahan iklim. Studi tersebut mengungkapkan bahwa lebih dari tiga juta orang terpaksa mengungsi pada tahun 2020-2021 karena bencana terkait lingkungan.

Pusat Pemantauan Pengungsi Internal, IDMC, di India memperkirakan saat ini terdapat sekitar 14 juta orang yang terpaksa mengungsi akibat perubahan iklim.

Meskipun pemrintah memberikan bantuan darurat dan rehabilitasi bencana, hanya ada sedikit bantuan yang bersifat jangka panjang.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Fenomena panas ekstrem

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh ActionAid dan Climate Action Network South Asia memperkirakan bahwa di India saja akan terdapat 45 juta orang yang terpaksa bermigrasi pada tahun 2050 karena keadaan darurat iklim. Jumlah tersebut merupakan tiga kali lipat dari jumlah orang yang mengungsi akibat cuaca ekstrem saat ini.

Musim panas tahun 2024, misalnya, menciptakan kerugian pada sebagian wilayah India, setelah mengalami curah hujan lebat dan bencana banjir.

Hujan lebat disusul gelombang pana, yang menyebabkan suhu 50 derajat Celcius di New Delhi atau di negara bagian Rajasthan dan Uttar Pradesh di utara.

Meskipun bulan-bulan utama musim panas, dari bulan April hingga Juni, dikenal bersuhu tinggi, rata-rata temperatur udara telah meningkat menjadi lebih ekstrem dalam satu dekade terakhir. Intensitas hujan dan banjir juga meningkat.

Sementara itu, sekitar 80 persen penduduk India tinggal di wilayah yang dianggap rentan terhadap bencana seperti gelombang panas atau banjir besar.

Rentan di negeri orang

Roxy Mathew Koll, ilmuwan iklim di Institut Meteorologi Tropis India, mengatakan pemerintah perlu mengembangkan rencana jangka panjang untuk mengatasi masalah migrasi yang disebabkan oleh iklim.

"India mengalami pesatnya migrasi dari daerah dengan pertanian intensif, yang terkena dampak menurunnya curah hujan dan kekeringan,” katanya.

Sulap Sampah, Jadi Inspirasi bagi Warga Sekitar

"Orang-orang yang terkena dampak pindah ke kota-kota besar berpenduduk padat seperti Mumbai, di mana mereka menghadapi serangkaian risiko iklim yang semakin meningkat, termasuk hujan lebat, angin topan, dan kenaikan permukaan laut,” tambahnya.

"Para migran ini seringkali menempati dataran rendah yang rentan terhadap banjir dan mungkin tidak memiliki perumahan yang layak serta mekanisme yang tangguh, sehingga membuat mereka rentan terhadap hujan lebat, angin topan, dan gelombang panas.”

Adaptasi iklim di wilayah pertanian

Abinash Mohanty, kepala sektor perubahan iklim dan keberlanjutan di IPE Global, sebuah organisasi pembangunan internasional, mengatakan fenomena migrasi iklim akan menyebabkan pengangguran besar-besaran.

Tekanan ekonomi akibat panas ekstrem diperkirakan "akan menyebabkan India kehilangan lebih dari 34 juta pekerjaan, mengurangi PDB sekitar 4,5 persen pada tahun 2030. Angka-angka ini menjelaskan banyak hal,” katanya kepada DW.

Mohanty percaya bahwa India perlu memetakan dampak perubahan iklim dari sektor ke sektor, khususnya isu migrasi yang disebabkan oleh iklim. Pakar lain juga menyerukan pertanian yang "tahan iklim” dan kegiatan ekonomi pedesaan lainnya untuk membatasi perpindahan dan migrasi karena lingkungan.

"Banyak migran pindah bukan hanya karena perubahan iklim namun karena kondisi ekonomi yang sulit, yang semakin diperburuk oleh perubahan iklim,” kata Narain dari CSE.

Dia mencatat bahwa program bantuan bagi migran iklim yang rentan saat ini masih "sangat kurang.”

Narain juga menggarisbawahi perlunya investasi dalam membangun ketahanan iklim lokal dan melindungi perekonomian.

Pandangan serupa dianut oleh Mohanty. "Meskipun India memiliki rencana aksi iklim yang kuat baik di tingkat nasional maupun sub-nasional, India sulit menganggap migrasi yang disebabkan oleh perubahan iklim sebagai isu penting,” katanya.

rzn/hp